“Insya Allah nanti setiap bulan akan kami transfer, setiap tanggal 26.”
Pesan WhatsApp tertanggal 28 Mei 2025 dari Sekolah Al Biruni itu terdengar merdu. Tidak terduga akhirnya seperti PNS lagi.
Maksud saya “seperti PNS” adalah rutinitas di luar rumah bersama tim profesional. Saya tidak harus datang ke kantor setiap hari, tapi hanya 2 sampai 3 jam setiap Selasa pagi. Jarak kantor pun sangat dekat, hanya sekitar 3 menit jalan kaki.
Namun, satu hal yang paling membahagiakan adalah gagasan saya, yaitu Titik Ba, dihargai secara profesional. Pekerjaan saya di Sekolah Al Biruni, lembaga pendidikan yang menjunjung tinggi sikap dan kualitas, adalah menjadi konsultan untuk merumuskan Matematika Titik. Untuk itu saya dibantu 4-5 personil terpilih.
Mendaftar kerja di sana? Tentu saja tidak.
Subhan Yusup, atau saya biasa menyapanya “Pak SBY”, yang merupakan sang pendiri Sekolah Al Biruni kebetulan bertetangga dengan salah satu orangtua murid pertama saya, Ria Kusuma Dewi. Success story Ria, yang selalu ranking 1 paralel di SMA Negeri 1 Tegal, menginspirasi Pak SBY.
Tentu cerita anekdotal seperti itu tidak cukup untuk “kembali menjadi PNS”. Alasan utama, tentu karena saya punya gagasan utuh yang sudah matang: Titik Ba, Metode aRTi (MRT), Matematika Detik dan ToSM.
Ya, dulu saya mendaftar dan diterima menjadi PNS per Januari 2010 karena terbuai janji bupati Tegal, Agus Riyanto, yang hendak memberi ruang bagi pengembangan dan penerapan Titik Ba di Kabupaten Tegal. Untuk kepentingan itu, saya pun sudah bekerja sama dan menjadi konsultan “luar-biasa” di Institute for Education Reform, Universitas Paramadina.
Namun akhirnya terjadi plot twist. Bupati Agus Riyanto tertangkap KPK, yang tentu tidak ada hubungannya dengan apa yang saya lakukan.
Memasuki 2017, proses penelitian dan pengembangan Titik Ba semakin matang, dengan penerbitan turunannya: Matematika Detik. Bahkan pada puncak acara MUSRENBANG Kabupaten Tegal diluncurkan buku Matematika Detik sekaligus pencanangan gerakan Kabupaten Tegal Berantas Gagap Hitung.
Anti klimaks, setelah permohonan pengunduran diri ditolak, akhirnya saya dipecat dari PNS.
DIMUAT DI LIPUTAN 6 DAN VIRAL
Pada awal 2018, sebuah berita tentang pengunduran diri seorang PNS dari Kabupaten Tegal menjadi viral dan menarik perhatian nasional. Sosok tersebut adalah Ahmad Thoha Faz, yang secara terbuka menyatakan mundur dari birokrasi demi mengembangkan Titik Ba khususnya dalam reformasi pendidikan. Artikel utama yang memuat kisah ini diterbitkan oleh Liputan6 dan kemudian diangkat oleh dua media nasional lainnya, menjadikannya (menurut Copilot) salah satu narasi pendidikan paling tersebar secara organik dalam dekade terakhir.
Berdasarkan penelusuran distribusi digital, artikel Liputan6 tersebut diperkirakan telah dibagikan antara 10.000 hingga 30.000 kali oleh netizen, terutama dalam kurun waktu 2018–2021. Angka ini diperoleh dari pelacakan eksternal terhadap forum guru, komunitas pendidikan, dan media sosial, meskipun Liputan6 tidak menampilkan data share secara eksplisit.