Artikel Kategori: Matematika Titik

PERUMUSAN "IMAN BERLANJUT ISTIQOMAH" DALAM FILSAFAT MATEMATIKA DAN SAINS

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

PERUMUSAN “IMAN BERLANJUT ISTIQOMAH” DALAM FILSAFAT MATEMATIKA DAN SAINS

​Pola pikir “Iman Berlanjut Istiqamah”—yaitu penetapan fondasi yang diterima (Aksioma/Iman) diikuti dengan pencarian konsistensi logis (Istiqamah)—adalah tulang punggung metodologi yang menggerakkan matematika dan sains modern. Meskipun istilah tersebut berakar pada ajaran Islam, esensi metodologisnya telah dirumuskan secara eksplisit oleh para filsuf dan ilmuwan, terutama saat menghadapi krisis fondasi intelektual.

​1. Definisi Metodologis: Aksiomatisasi Berlanjut Konsistensi

​Dalam konteks sains dan matematika, “Iman Berlanjut Istiqamah” memiliki arti metodologis yang ketat:

RANGKAIAN SEJARAH "IMAN BERLANJUT ISTIQOMAH": PLATO - ARISTOTELES, BERLANJUT EUCLID, BERLANJUT NEWTON - EINSTEIN

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Pola pikir “Iman Berlanjut Istiqamah”—yaitu menetapkan fondasi dasar yang diterima (Aksioma/Iman) kemudian menarik konsekuensi logis secara konsisten (Istiqamah)—bukanlah penemuan tunggal, melainkan sebuah warisan metodologis yang mengalir dalam sejarah pemikiran Barat, dari filsafat Yunani hingga fisika modern. Pola ini menunjukkan bahwa kemajuan intelektual yang sehat selalu dimulai dengan penetapan prinsip dan fokus pada konsistensi, sebuah antitesis terhadap Aqidah Korslet yang melumpuhkan.

​1. Fondasi Filsafat (Plato & Aristoteles): Mencari Prinsip Pertama

​Kesadaran akan perlunya Iman Berlanjut Istiqamah berakar kuat pada pemikiran filsafat Yunani klasik yang berupaya mencari kebenaran yang tidak berubah:

MUNGKINKAH MUNCUL PERADABAN MODERN SEANDAINYA TANPA AKSIOMATISASI DALAM MATEMATIKA DAN SAINS?

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

​"Let’s Newton be! And all was light."

​Kutipan terkenal Alexander Pope ini merayakan kejeniusan Isaac Newton yang menyinari pemahaman manusia tentang alam semesta. Namun, cahaya yang dibawa Newton, dan kemudian diperluas oleh Einstein, bukanlah sihir—melainkan hasil dari penerapan metodologi kuno yang paling fundamental: Aksiomatisasi. Pertanyaannya, mungkinkah peradaban modern—dengan segala teknologinya, dari GPS hingga AI—berdiri jika tidak ada tradisi aksiomatisasi yang diturunkan dari Euclid? Jawabannya adalah Tidak.

​Aksiomatisasi adalah proses penetapan fondasi yang mutlak, yang menjadi prasyarat logis dan struktural bagi sistem pengetahuan yang kompleks. Tanpa proses ini, sains dan matematika akan terjebak dalam siklus infinite regress dan ambiguitas, yang mustahil menghasilkan konsistensi operasional yang diperlukan oleh peradaban modern.

MANTHIQ: HUJJATUL ISLAM VERSUS SYAIKHUL ISLAM Menelusuri Dua Kutub Epistemologis dan Menyikapi Warisan Abad Pertengahan

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Kutipan dari kitab manthiq “Sullamul Munawraq”
Kutipan dari kitab manthiq "Sullamul Munawraq"

Perdebatan tentang manṭiq (logika formal) dalam khazanah pemikiran Islam bukanlah sekadar silang pendapat metodologis, melainkan cerminan dari orientasi epistemologis yang mendalam. Dua tokoh besar yang menempati posisi kutub dalam perdebatan ini adalah Imam al-Ghazālī, Hujjatul Islam, dan Ibnu Taimiyah, Syaikhul Islam. Keduanya bukan hanya ulama besar, tetapi juga pembentuk paradigma yang memengaruhi lanskap keilmuan Islam selama berabad-abad.

DASAR (FONDASI) ATAUKAH TURUNAN (KONSEKUENSI)?

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Bimbel online “Termodinamika Teknik” untuk  mahasiswa Teknik Fisika ITS
Bimbel online "Termodinamika Teknik" untuk mahasiswa Teknik Fisika ITS

Hukum III Termodinamika sukses dibuktikan benar, sehingga ia turun tahta dari hukum dasar menjadi sekadar hukum turunan. Pada situasi sebaliknya, postulat ke-5 Euclid gagal dibuktikan benar dari postulat lain, sehingga ia bertahan sebagai pengetahuan dasar. Benarkah? Jelaskan.

Ya, benar. Perbandingan ini sangat tepat dan mencerminkan perbedaan mendasar antara pengetahuan turunan dan pengetahuan dasar dalam kerangka deduktif filsafat sains dan matematika.

APA JADINYA JIKA FONDISI FISIKA DIKACAUKAN ATAS NAMA AQIDAH?

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Hati-hati, ajaran anti logika dan anti sains dalam Ummul Barahin
Hati-hati, ajaran anti logika dan anti sains dalam Ummul Barahin

Posisi selalu bersifat relatif terhadap acuan, begitu juga gerak.
Posisi selalu bersifat relatif terhadap acuan, begitu juga gerak.

Apa yang teman-teman ikuti: kitab aqidah Ummul Barāhin, ataukah fisika yang merupakan pemimpin sains?

Hari itu, tim Matematika Titik Sekolah Al Biruni sedang mendiskusikan tentang posisi, yaitu bagian dari materi matematika kelas 2 SD. Meski tampak sederhana, posisi adalah tema terpenting dalam fisika, karena darinya lahir pemahaman tentang diam dan gerak. Dan ketika bahasan ini muncul di ruang kelas, ia tidak hanya menjadi soal pedagogi, tapi juga medan pertempuran epistemik—karena harus berhadapan langsung dengan penyebaran kesesatan oleh para agamawan yang mengklaim aqidah sebagai fondasi nalar, padahal justru merusaknya.

MITOS DARI SMA NEGERI 1 TEGAL

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

 Tugas kuliah Prodi Sejarah UGM tentang biografi Ahmad Thoha Faz
Tugas kuliah Prodi Sejarah UGM tentang biografi Ahmad Thoha Faz

“Biarkan saja.” Terdengar suara Ibu Edhy Widiastuti menegur teman sebangku, Krisnanto. Sepertinya dia sedang mengisi lembar jawab milik atas namaku.

Kelas 3 IPA 2. Ulangan fisika, tapi aku telanjur tertidur. Kepala telanjur lunglai menempel meja, malas aku mengubah posisi. Juga takut.

Beruntung, selain guru olahraga, hanya Ibu Edhy yang terus mengajar aku sejak kelas satu. Jadi sudah kenal lama. Jadi aku dibiarkan saja. Toh aku hampir selalu meraih nilai tertinggi.

PENGUJIAN (TEST) ADALAH PENERAPAN KONSISTEN, BUKAN PEMBUKTIAN (PROOF)

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Pengujian versus Pembuktian
Pengujian versus Pembuktian

> أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

QS. Al-‘Ankabūt: 2

Ayat ini bukan ekspresi keraguan, melainkan penegasan epistemik: keimanan tidak dibuktikan, tetapi diuji. Dalam logika formal, ini adalah distingsi antara aksioma dan konsekuensi operasional. Keimanan adalah titik tolak yang tidak tunduk pada pembuktian, melainkan untuk diterapkan secara konsisten dalam situasi nyata.

Untuk memperjelas distingsi ini, mari kita ambil contoh bilangan 2025 dan keterbagiannya dengan 9.

LOGIKA DAN MATEMATIKA, FITRAH MANUSIA YANG TERABAIKAN DI PESANTREN (?)

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Ahmad Thoha Faz, menyampaikan sekelumit filosofi Matematika Titik, didampingi Rois Syuriah dan Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Tegal.
Ahmad Thoha Faz, menyampaikan sekelumit filosofi Matematika Titik, didampingi Rois Syuriah dan Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Tegal.

“Alhamdulillah si sulung sekarang diterima di Kedokteran UNILA Lampung,” kata Edy asal Brebes, seorang yang usianya tepat sama, hanya beberapa jam lebih tua dibanding dengan usia saya.

Dulu putrinya, si sulung, intens belajar matematika di Pesantren Ilmu Eksakta (PI.E) sewaktu mengisi liburan. Sehari-hari dia belajar di sebuah pesantren terkemuka di Klaten, Jawa Tengah.

BERKAT PAK SBY, AKHIRNYA JADI "PNS" LAGI

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

“Pak SBY” dan Ahmad Thoha Faz di Pesantren Ilmu Eksakta (PI.E)
"Pak SBY" dan Ahmad Thoha Faz di Pesantren Ilmu Eksakta (PI.E)

“Insya Allah nanti setiap bulan akan kami transfer, setiap tanggal 26.”

Pesan WhatsApp tertanggal 28 Mei 2025 dari Sekolah Al Biruni itu terdengar merdu. Tidak terduga akhirnya seperti PNS lagi.

Maksud saya “seperti PNS” adalah rutinitas di luar rumah bersama tim profesional. Saya tidak harus datang ke kantor setiap hari, tapi hanya 2 sampai 3 jam setiap Selasa pagi. Jarak kantor pun sangat dekat, hanya sekitar 3 menit jalan kaki.