"Let’s Newton be! And all was light."
Kutipan terkenal Alexander Pope ini merayakan kejeniusan Isaac Newton yang menyinari pemahaman manusia tentang alam semesta. Namun, cahaya yang dibawa Newton, dan kemudian diperluas oleh Einstein, bukanlah sihir—melainkan hasil dari penerapan metodologi kuno yang paling fundamental: Aksiomatisasi. Pertanyaannya, mungkinkah peradaban modern—dengan segala teknologinya, dari GPS hingga AI—berdiri jika tidak ada tradisi aksiomatisasi yang diturunkan dari Euclid? Jawabannya adalah Tidak.
Aksiomatisasi adalah proses penetapan fondasi yang mutlak, yang menjadi prasyarat logis dan struktural bagi sistem pengetahuan yang kompleks. Tanpa proses ini, sains dan matematika akan terjebak dalam siklus infinite regress dan ambiguitas, yang mustahil menghasilkan konsistensi operasional yang diperlukan oleh peradaban modern.
Euclid: Sang Guru Aksioma Bagi Sains
Warisan metodologis Newton dan Einstein secara langsung dapat ditelusuri kembali ke The Elements karya Euclid. Euclid tidak hanya menyusun geometri; ia menyusun cara berpikir.
Aksioma sebagai Titik Tolak: Euclid menetapkan Postulat (seperti garis lurus dapat ditarik dari dua titik) dan Pengertian Umum (seperti hal-hal yang sama dengan hal yang sama adalah sama) sebagai premis yang diterima tanpa pembuktian.
Membuka Pintu Deduksi: Tindakan ini menghentikan regress pertanyaan tak berujung (“Bagaimana Anda membuktikan bahwa titik adalah titik?”). Dengan aksioma, Euclid membuka jalan bagi deduksi yang ketat, di mana ribuan teorema dapat diturunkan dengan konsisten.
Tanpa cetak biru metodologis Euclid ini—yaitu kemampuan untuk membangun sistem yang kokoh dari premis minimal—matematika akan tetap menjadi koleksi formula empiris tanpa struktur logis.
Matematika Modern: Dari Intuisi Menjadi Fondasi
Peradaban modern mustahil tanpa kalkulus, analisis, dan teori himpunan, dan semuanya dibangun di atas aksioma.
Kasus “1+1=2”: Sebelum Giuseppe Peano mengaksiomatisasi aritmetika, “1+1=2” hanyalah kebenaran intuitif. Peano menetapkan Aksioma Nol dan Penerus. Inilah yang mengubah aritmetika menjadi domain formal yang kebenarannya dapat dibuktikan secara ketat.
Krisis dan Solusi: Ketika krisis muncul dalam matematika (seperti Paradoks Russell), solusinya bukanlah pembuktian baru, melainkan aksiomatisasi ulang (misalnya, Aksioma ZFC). Aksiomatisasi menjaga konsistensi dan integritas sistem, yang merupakan nyawa rekayasa modern.
Tanpa fondasi aksiomatik yang ketat ini, tidak akan ada kepastian struktur digital atau keandalan algoritma yang mendasari komputasi modern.
Sains: Aksioma yang Menghasilkan Prediksi
Revolusi sains adalah tentang mengganti aksioma yang salah dengan aksioma yang lebih baik, bukan hanya mengumpulkan bukti.
Isaac Newton: Aksiomatisasi Inersia
Newton belajar dari Euclid bahwa ia harus mulai dari fondasi yang mutlak. Ia mengaksiomatisasi konsep Inersia (Hukum I). Inersia bukanlah yang dibuktikan, melainkan yang ditetapkan sebagai aksioma. Dari aksioma ini, ia menurunkan kalkulus, Hukum Gravitasi, dan Hukum II—sebuah sistem deduktif yang menjadi dasar bagi semua teknik mesin, penerbangan, dan balistik modern. Tanpa aksioma, Newton akan selamanya terjebak mencoba membuktikan Inersia secara empiris (yang mustahil dilakukan karena gesekan).
Albert Einstein: Aksiomatisasi Cahaya
Einstein, yang dengan bangga mengakui belajar dari Euclid, melakukan aksiomatisasi yang lebih radikal. Ia melihat data empiris (Michelson-Morley) yang bertentangan dengan aksioma Newton. Daripada memperbaiki teorema, ia mengganti aksioma: Invariansi Laju Cahaya. Konsekuensi dari aksioma ini (E=mc^2, dilasi waktu, dll.) adalah teorema yang memungkinkan teknologi navigasi (GPS) beroperasi dengan presisi tinggi.
Peradaban modern tidak hanya membutuhkan hukum fisika; ia membutuhkan kepastian logis bahwa hukum-hukum itu tidak saling bertentangan. Kepastian itu hanya disediakan oleh aksiomatisasi.
Kesimpulan
Jika tanpa aksiomatisasi:
Matematika akan lumpuh oleh regress logis dan tidak akan pernah mencapai kekakuan yang diperlukan untuk rekayasa.
Fisika akan stagnan, berpegangan pada hipotesis empiris yang tidak memiliki kerangka deduktif yang kuat untuk menghasilkan prediksi universal.
Peradaban modern—dengan bangunan pencakar langit, roket, dan superkomputer—adalah teorema yang diturunkan dari aksioma-aksioma yang ditetapkan oleh para pemikir yang berani. Aksiomatisasi, warisan abadi dari Euclid, adalah fondasi metodologis yang mengubah intuisi menjadi kepastian ilmiah, dan karenanya, mengubah impian menjadi realitas teknologi.