Pola pikir “Iman Berlanjut Istiqamah”—yaitu menetapkan fondasi dasar yang diterima (Aksioma/Iman) kemudian menarik konsekuensi logis secara konsisten (Istiqamah)—bukanlah penemuan tunggal, melainkan sebuah warisan metodologis yang mengalir dalam sejarah pemikiran Barat, dari filsafat Yunani hingga fisika modern. Pola ini menunjukkan bahwa kemajuan intelektual yang sehat selalu dimulai dengan penetapan prinsip dan fokus pada konsistensi, sebuah antitesis terhadap Aqidah Korslet yang melumpuhkan.
1. Fondasi Filsafat (Plato & Aristoteles): Mencari Prinsip Pertama
Kesadaran akan perlunya Iman Berlanjut Istiqamah berakar kuat pada pemikiran filsafat Yunani klasik yang berupaya mencari kebenaran yang tidak berubah:
Plato (Iman/Aksioma): Plato berpegang pada Rasionalisme, keyakinan bahwa kebenaran sejati ada di ranah ide (Forms) yang abadi dan hanya bisa diakses oleh akal. Hal ini memicu pencarian prinsip-prinsip pertama yang harus diterima oleh akal sebagai kebenaran mutlak (Aksioma). Bagi Plato, Aksioma adalah titik awal Iman yang diperlukan untuk pengetahuan sejati.
Aristoteles (Istiqamah/Konsistensi): Murid Plato, Aristoteles, menyempurnakan alat untuk bergerak dari Aksioma ke Teorema melalui Logika Formal dan Deduksi (Syllogism). Logika Aristoteles memastikan bahwa jika suatu premis (Iman) benar, maka kesimpulan yang ditarik secara logis (Istiqamah) juga pasti benar. Aristoteles memberikan kerangka kerja yang konsisten untuk membangun pengetahuan.
2. Sintesis Formal (Euclid): Cetak Biru Selama 2.000 Tahun
Euclid (sekitar 300 SM) menyintesis warisan Plato dan Aristoteles ke dalam sebuah model yang tak tertandingi dalam karyanya, The Elements, yang menjadi cetak biru metodologis bagi sains dan matematika selama dua milenium.
Aksioma sebagai Pintu Masuk (Iman): Euclid memulai dengan mendefinisikan lima Postulat dan lima Common Notions (Aksioma). Postulat ini tidak dibuktikan (misalnya, “Melalui satu titik di luar sebuah garis hanya dapat ditarik satu garis sejajar”); ia ditetapkan sebagai fondasi yang harus diterima (Iman).
Deduksi sebagai Koherensi (Istiqamah): Setelah menetapkan fondasi ini, Euclid menggunakan logika deduktif yang ketat (Istiqamah) untuk membangun ratusan teorema geometri. Keberhasilan The Elements membuktikan bahwa dengan fondasi yang jelas, nalar manusia dapat menghasilkan sistem pengetahuan yang luas dan koheren.
3. Revolusi Ilmiah (Newton & Einstein): Penerapan pada Realitas
Pola pikir Euclid diadopsi sebagai metode ilmiah universal oleh para pendiri fisika modern, menunjukkan bahwa ia berlaku sama efektifnya di ranah empiris:
A. Isaac Newton (Mekanika Klasik)
Newton secara eksplisit meniru struktur Euclid dalam karyanya Principia Mathematica. Ia memulai dengan menetapkan tiga Hukum Gerak (Aksioma) dan Hukum Gravitasi—prinsip-prinsip yang tidak dibuktikan, tetapi di-imani sebagai fondasi teorinya. Energi nalar Newton kemudian diarahkan pada Istiqamah: menggunakan kalkulus (alat deduktif yang konsisten) untuk menunjukkan bagaimana aksioma-aksioma ini secara konsisten dapat menjelaskan dan memprediksi gerakan semua benda, dari apel yang jatuh hingga orbit planet.
B. Albert Einstein (Teori Relativitas)
Einstein mengikuti tradisi yang sama, meskipun ia mengganti aksioma lama dengan yang baru. Ketika aksioma Newton (ruang dan waktu absolut) terbukti tidak konsisten dengan temuan empiris, Einstein mengimani dua Postulat baru (Prinsip Relativitas dan Invariansi Kecepatan Cahaya). Karya Einstein adalah demonstrasi Istiqamah terbesar: menarik konsekuensi matematis secara konsisten dari dua aksioma barunya, yang menghasilkan rumusan revolusioner seperti E=mc² dan teori Lengkungan Ruang-Waktu.
Kesimpulan: Kemenangan Istiqamah
Rangkaian sejarah ini menunjukkan bahwa kemajuan intelektual, dari filsafat hingga fisika, selalu bergantung pada keberanian untuk: 1. Menetapkan Aksioma (Iman, menolak Aqidah Korslet), dan 2. Berfokus pada Konsistensi Logis (Istiqamah). Setiap ilmuwan yang berhasil adalah mereka yang berhenti mencari dalīl (bukti) untuk fondasi dan mengarahkan seluruh energinya untuk memenuhi tugas Istiqamah, yaitu membangun sistem yang koheren di atas fondasi yang dipilih.