DIAM SEKALIGUS GERAK: IMAM AS-SANUSI VERSUS GALILEO GALILEI

Ahmad Thoha Faz | Dipublikasikan pada 2 December 2025 | Kategori: Titik Ba

Gerak parabola. Pada titik tertinggi (y maks) benda diam terhadap sumbu Y sekaligus gerak terhadap sumbu X.
Gerak parabola. Pada titik tertinggi (y maks) benda diam terhadap sumbu Y sekaligus gerak terhadap sumbu X.

​Konsep bahwa suatu entitas fisik dapat diam sekaligus bergerak secara simultan merupakan titik konflik metodologis antara Logika Teologis Klasik dan Fisika Empiris Modern. Imam Muhammad bin Yusuf as-Sanusi (w. 1490 M), dalam kitabnya Ummul Barahin, menegaskan melalui Hukum Akal bahwa gabungan sifat kontradiktif (diam dan gerak) pada satu entitas adalah mustahil (mustahil ‘aqli). Pandangan ini didasarkan pada logika yang bertujuan menetapkan batas logis bagi ‘aradh (sifat aksidental) ciptaan. Sebaliknya, Galileo Galilei (w. 1642 M) membuktikan bahwa pada titik tertinggi lintasan parabola, benda diam terhadap sumbu vertikal dan bergerak konstan terhadap sumbu horizontal. Kontradiksi As-Sanusi ini dibongkar secara fisik karena pengungkapan eksplisit titik acuan memungkinkan pemisahan gerak menjadi komponen vektor yang independen.

​Peralihan ini menimbulkan tantangan psikologi kognitif yang sangat besar bagi pendidikan modern. Pikiran manusia cenderung inert (menolak perubahan), terutama ketika konsep yang bertentangan dilabeli sebagai kebenaran akidah mutlak. Ketika siswa dicekoki bahwa suatu benda mustahil diam sekaligus bergerak atas nama akidah, hal ini menciptakan pemisahan kognitif dan miskonsepsi mendalam. Logika teologis yang seharusnya menjadi fondasi berpikir justru menjadi beban mental yang menghalangi siswa memahami konsep fundamental kinematika, seperti pemisahan komponen vektor dan relativitas gerak. Inersia kognitif ini membuat siswa cenderung menolak fisika, yang merupakan sains terdepan sekaligus paling sulit dipahami.

​Untuk mengatasi inersia kognitif dan membebaskan akidah dari beban ilmiah klasik, diperlukan saran revisi metodologis yang tegas. Kitab Ummul Barahin harus diakui sebagai produk ijtihad manusia yang terikat pada sains zamannya. Saran tegasnya adalah: Dalam kurikulum pendidikan akidah kontemporer, ganti secara total contoh ‘aradh fisik seperti gerak dan diam. Gunakan contoh-contoh yang bersifat logis murni sebagai pengganti, misalnya: Mustahil angka dua sekaligus ganjil dan genap, atau Mustahil suatu bilangan lebih besar dan lebih kecil dari bilangan lain secara bersamaan. Hal ini akan memungkinkan Akidah berfungsi sebagai fondasi penalaran logis tanpa memaksakan fakta ilmiah yang sudah usang dan terbukti relatif.

​Dengan penggantian contoh yang tegas ini, akidah dapat benar-benar berfungsi sebagai fondasi logika dan sains, alih-alih membatasi kemajuan mental. Filsafat Sains mengajarkan kita pentingnya batas domain: Akidah menetapkan mengapa alam semesta ada (paradigma ontologis), sedangkan Fisika menjelaskan bagaimana alam semesta beroperasi (metode empiris). Solusi ini memungkinkan siswa untuk menghormati kebenaran logika As-Sanusi (mustahilnya kontradiksi) dan menerima kebenaran ilmiah Galileo (gerak relatif) tanpa mengalami konflik mental yang tidak perlu. Tujuannya adalah menciptakan koherensi intelektual, memastikan keyakinan agama menjadi pendorong pencarian kebenaran ilmiah, bukan sumber inersia kognitif yang membebani.