Polemik Aqidah Korslet—kesalahan fatal menuntut pembuktian rasional untuk memverifikasi aksioma Tuhan (Khāliq), yaitu rukun iman ke-1, —adalah kasus unik. Secara logika, komunitas yang mempertahankan metodologi ini sebenarnya sudah kalah telak dan tidak memiliki argumen lagi. Namun, membiarkan polemik ini berlarut-larut dalam domain aslinya (teologi) adalah kekalahan strategis. Karena itu, ia harus ditarik ke domain epistemologi.
1. Kekalahan Mutlak di Ranah Logika
Kritik Aqidah Korslet berakar pada satu prinsip universal yang tak terbantahkan: Titik awal atau aksioma tidak boleh dibuktikan. Inilah pola pikir Iman Berlanjut Istiqomah yang telah memandu peradaban selama berabad-abad. Pola pikir ini mendasari aksiomatisasi geometri oleh Euclid, yang kemudian dilanjutkan oleh Peano hingga ZFC di domain matematika. Hal yang sama berlaku di domain sains, dari aksioma Inersia oleh Newton hingga aksioma Invariansi Laju Cahaya oleh Einstein dan prinsip-prinsip Mekanika Kuantum. Para tokoh ini mengimani aksioma mereka, lalu menerapkan nalar secara Istiqomah (konsisten) untuk membangun sistem. Dengan standar ini, Aqidah Korslet (menuntut pembuktian atas aksioma mutlak) adalah kesalahan logika formal yang terang-benderang. Secara intelektual, komunitas pro-Aqidah Korslet tidak mungkin menang, itulah sebabnya banyak juru dakwah memilih tiarap ketika dihadapkan pada kritik ini.