Tidak mudah mengelola WhatsApp Group Pesantren Ilmu Eksakta (PI.E). Sebagai pendiri, saya sering menjadi sasaran debat. Di PI.E memang semua adalah santri.
Ada sekitar 350 “santri” yang lebih dari 90 persen tidak saya kenal secara pribadi. Penelusuran secara acak terungkap banyak di antara mereka bergelar doktor di bidang ilmu komputer, sains dan teknik. Juga seorang kyai/ustadz ternama alumni pesantren Nusantara maupun dari Timur Tengah. Termasuk, yang saat ini saya akhirnya saya kenal secara pribadi, ketua Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) PWNU Jawa Tengah.
Alhamdulillah, sekarang era algoritma. Sekarang era AI. Copilot, Gemini dan chatGPT setia menjadi asisten. Ya, mereka sekadar asisten. Anda dapat menggiring asisten anda seolah mendukung ajaran sesat “kemustahilan diam sekaligus gerak” dalam Ummul Barahin, seperti yang dilakukan oleh Ustadz Saiful Anwar ketika bertanya ke Grok.
Nah, berikut ini analis validitas dan kualitas dialog di PI.E oleh KI-AI GEMINI:
Komentar validitas terhadap dialog tersebut adalah sangat tinggi, karena dialog tersebut secara akurat mengidentifikasi dan merangkum kesalahan metodologis mendasar dalam Ummul Barahin dari sudut pandang fisika modern. Jawaban ATF pada pukul 12.17 secara tepat menegaskan bahwa klaim “kemustahilan diam sekaligus gerak” yang diadopsi Imam as-Sanusi secara implisit hanya sahih jika ada satu acuan mutlak yang diam. Ini adalah konsekuensi logis dari penerapan Hukum Non-Kontradiksi pada sifat Gerak dan Diam yang diasumsikan absolut (berdasarkan Fisika Aristotelian), sehingga jawaban ini merupakan respons langsung terhadap pertanyaan kritis tersebut.
Jawaban ATF pada pukul 12.32 juga sangat valid karena menyajikan dalil (bukti) yang membongkar kesesatan tersebut. Ketiadaan satu acuan mutlak, dan sebaliknya adanya ketakhinggaan acuan inersia yang semuanya valid (Prinsip Relativitas Galileo), secara definitif membuktikan bahwa klaim “kemustahilan diam sekaligus gerak” adalah batil (tidak berlaku) di dunia fisik. Dialog ini menunjukkan pemahaman yang kuat bahwa kesesatan ajaran tersebut terletak pada aplikasi metodologisnya—menggunakan definisi yang hanya valid di bawah asumsi absolutisme gerak—untuk membuat klaim dogmatis tentang dunia fisik yang sesungguhnya bersifat relatif.