Artikel Kategori: Titik Ba

SYAIKH AHMAD QASIM AL GHAMIDI DAN VISION 2030 ARAB SAUDI

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Syaikh Ahmad Qasim Al Ghamidi dijamu di Keraton Surakarta, 5 September 2025.
Syaikh Ahmad Qasim Al Ghamidi dijamu di Keraton Surakarta, 5 September 2025.

Dalam beberapa tahun terakhir, dominasi Wahabisme di Arab Saudi mengalami penurunan yang signifikan. Sejak peluncuran Vision 2030 oleh Putra Mahkota Muhammad bin Salman, arah kebijakan negara secara eksplisit menjauh dari ekstremisme dan menuju Islam yang lebih moderat dan terbuka. Pernyataan resmi dari sang Putra Mahkota menyebutkan bahwa Arab Saudi akan “mengembalikan Islam ke asalnya yang toleran dan terbuka,” sebuah sinyal kuat bahwa Wahabisme tidak lagi menjadi satu-satunya acuan ideologis negara.

SELAIN KITAB FIQH "TAQRIB", KITAB AQIDAH "UMMUL BARAHIN" PUN PERLU DIREVISI

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Dr KH Nasrullah Afandi Lc MA, ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru NU, menyerukan perombakan kitab fiqh “Taqrib
Dr KH Nasrullah Afandi Lc MA, ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru NU, menyerukan perombakan kitab fiqh "Taqrib

Kebenaran tidak boleh kontradiksi. Tidak mungkin ketika dalam aqidah saya dan anda menerima A, tapi sewaktu menekuni fisika saya dan anda menerima bukan A. Prinsip non-kontradiksi mendasari kewarasan.

Nah, setelah berabad-abad memimpin peradaban dunia, mengapa umat Islam terbelakang dalam logika, matematika dan sains terutama setelah tahun 1500?

FENOMENA USTADZ MUHAMMAD NURUDDIN DAN ANCAMAN TAFSIR TUNGGAL AQIDAH WARGA NAHDLIYYIN

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Ahmad Thoha Faz menitip hadiah Titik Ba untuk pemateri seminar, Ustadz Muhammad Nuruddin.
Ahmad Thoha Faz menitip hadiah Titik Ba untuk pemateri seminar, Ustadz Muhammad Nuruddin.

“Tidak banyak ustadz NU yang ceramahnya logis. Tapi ada satu, yaitu Ustadz Muhammad Nuruddin.”

Begitu komentar teman, sosok terpenting di balik gerakan Sumatera Selatan Berantas Gagap Hitung. Alumni Teknik Industri ITB itu sangat cerdas. Dulu selalu menjadi juara tryout UMPTN, sampai menjadi “sumber penghasilan”.

3-SERANGKAI POLA PIKIR ULUL ALBAB: PENGUNGKAPAN AKSIOMA, PEMIKIRAN DAN PEMBUKTIAN

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

إِنَّ فِی خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّیۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّأُو۟لِی ٱلۡأَلۡبَـٰبِ

ٱلَّذِینَ یَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِیَـٰمࣰا وَقُعُودࣰا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَیَتَفَكَّرُونَ فِی خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلࣰا سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

Surat Ali ‘Imran: 190-191

Ayat Ali ‘Imran: 191 menyusun bukan sekadar laku spiritual, tetapi struktur epistemik yang sangat presisi. Ia menggambarkan tiga serangkai pola pikir ulul albab—mereka yang tidak hanya berzikir, tetapi juga bertafakkur dan menyimpulkan secara rigor. Jika dibaca melalui lensa sistem formal dan filsafat sains, ayat ini menyusun urutan epistemik yang sangat mirip dengan struktur pembentukan teori dalam ilmu pengetahuan dan logika aksiomatik. Berikut penjabaran ketiganya:

“TUHAN TIDAK BERMAIN DADU”: PROBABILITAS YANG DITERIMA DAN DITOLAK ALBERT EINSTEIN

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Di antara kutipan paling menggugah dalam sejarah sains, ucapan Albert Einstein—“Tuhan tidak bermain dadu”—berdiri sebagai penanda perlawanan terhadap arus baru dalam fisika abad ke-20. Namun kutipan ini sering disalahpahami. Einstein bukan menolak probabilitas secara keseluruhan, melainkan menolak probabilitas sebagai fondasi ontologis dari realitas fisik. Ia menerima probabilitas sebagai alat epistemik dalam sistem yang kompleks, tetapi menolak menjadikannya sebagai prinsip dasar alam semesta.

Probabilitas Kuantum: Ketika Realitas Menjadi Acak

Mekanika kuantum memperkenalkan probabilitas bukan sebagai keterbatasan pengetahuan, tetapi sebagai sifat dasar dunia. Dalam eksperimen dua celah, misalnya, partikel seperti elektron dapat menunjukkan perilaku gelombang dan interferensi bahkan ketika dikirim satu per satu. Lebih mengejutkan lagi, hasil pengukuran spin atau posisi partikel tidak dapat diprediksi secara pasti, hanya secara probabilistik.

DARI AL-GHAZALI KE BOLTZMANN: API, PROBABILITAS DAN BAHASA ALAM SEMESTA Menanggapi Tulisan Duktur Alma'arif Arif

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

Persamaan entropi dari Boltzmann
Persamaan entropi dari Boltzmann

Di antara nyala api dan hukum-hukum fisika, manusia terus mencari makna: apakah alam semesta ini bergerak karena hukum-hukum yang pasti, atau karena kehendak yang tak terlihat? Newton menyebut hukum gerak sebagai tanda kebesaran Tuhan. Laplace, sebaliknya, menyingkirkan Tuhan dari kalkulasi. Abdus Salam melihat simetri sebagai jejak ilahi dalam fisika. Tapi jauh sebelum mereka, al-Ghazali sudah mengusulkan sesuatu yang lebih radikal: bahwa api tidak niscaya membakar kapas.

SEANDAINYA INERSIA DAN INVARIANSI LAJU CAHAYA TERUS BERUSAHA DIBUKTIKAN

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

#ImanBerlanjutIstiqomah

Sejarah fisika modern ditentukan oleh keberanian untuk berhenti mencari bukti dan mulai menetapkan titik awal. Dua konsep yang menunjukkan hal ini dengan sangat jelas adalah inersia dan invariansi laju cahaya. Keduanya lahir dari eksperimen yang nyaris buntu, namun akhirnya menjadi fondasi sistem teoritis setelah ditetapkan sebagai aksioma. Tanpa penetapan tersebut, revolusi ilmiah tak akan pernah bergerak maju.

Galileo dan Inersia: Keteguhan dalam Absennya Bukti Absolut

Inersia menyatakan bahwa suatu benda akan mempertahankan keadaannya (diam atau bergerak lurus beraturan) kecuali ada gaya luar yang bekerja padanya. Konsep ini tidak muncul dari pembuktian langsung, melainkan dari idealisasi. Galileo menyusun eksperimen bola menggelinding di permukaan miring untuk memperkirakan pergerakan tanpa hambatan. Ia menyadari bahwa semakin licin permukaan, semakin lama bola mempertahankan kecepatannya. Dalam kondisi ideal (tanpa gesekan dan gangguan eksternal), benda akan terus bergerak tanpa perubahan.

Berhentilah Mencari Bukti Adanya Tuhan: Sebuah Refleksi dari Dunia Ilmu Komputer Teoritis

| Oleh: Faiq Miftakhul Falakh, Ph.D

Sejak kecil, saya seperti banyak umat Islam lainnya, diajarkan bahwa Allah itu ada dan Maha Segalanya. Tapi seiring waktu, terutama setelah menempuh studi doktoral di bidang ilmu komputer di Jerman, saya menemukan sebuah sudut pandang yang semakin menguatkan keyakinan itu bukan melalui pembuktian, tetapi melalui pemahaman bahwa iman tidak membutuhkan bukti.

Disertasi doktoral saya membahas tentang Belief Revision atau dalam Bahasa Indonesia, revisi kepercayaan. Ini adalah cabang dari logika formal dan Artificial Intelligence (AI)  yang mencoba menjawab satu pertanyaan mendasar: Bagaimana seharusnya seseorang memperbarui kepercayaannya ketika mendapatkan informasi baru?

POLA PIKIR "IMAN BERLANJUT ISTIQOMAH" DI BALIK REVOLUSI FISIKA ALBERT EINSTEIN

| Oleh: Ahmad Thoha Faz

 Bebaskan imajinasi anda. 1+1=1, seperti juga 1+1=2, adalah tentang memberi nama.
Bebaskan imajinasi anda. 1+1=1, seperti juga 1+1=2, adalah tentang memberi nama.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, terutama fisika dan matematika, banyak fondasi besar justru lahir dari hal yang pada awalnya tidak menjadi perhatian utama. Fakta-fakta yang dulu dianggap teknis, remeh, atau sekadar gangguan kalkulatif, kemudian dijadikan aksioma—titik awal dari seluruh penalaran baru.

RELIGIUSITAS YANG MENGERIKAN

Kenekatan bodoh para agamawan sungguh mengerikan. Kelompok yang sering disebut sebagai ulama justru berada di barisan terdepan perusakan aqidah dan nalar umat Islam. Itu yang dapat disimpulkan dari polemik “1+1=2” yang berlangsung bertahun-tahun lalu.

1+1 jelas berbeda dengan 2. Bagaimana mungkin 1+1=2 itu aksioma, tidak menuntut pembuktian?

Para perusak logika umat Islam itu bukan para agamawan sembarangan. Mereka adalah para ustadz dengan kecerdasan di atas rata-rata sehingga getol menekuni manthiq yang dikenal sulit.